Kita mulai dari definisi. Istilah e-Learning atau e-Learning
mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan
tentang definisi e-Learning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi
yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley [Hartley,
2001] yang menyatakan:
e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang
memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media
Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.
LearnFrame.Com
dalam Glossary of e-Learning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi
yang lebih luas bahwa:
e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan
aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet,
jaringan komputer,maupun komputer standalone.
Ok
apa yang dapat kita simpulkan dari berbagai definisi diatas?
- Metode belajar mengajar baru yang menggunakan media jaringan komputer dan Internet
- Tersampaikannya bahan ajar (konten) melalui media elektronik. Otomatis bentuk bahan ajar juga dalam bentuk elektronik (digital).
- Adanya sistem dan aplikasi elektronik yang mendukung proses belajar mengajar
Kesimpulan
definisi diatas ini yang sering saya gunakan untuk membuat bagan komponen
e-Learning. Dengan kata lain, komponen yang membentuk e-Learning adalah:
- Infrastruktur e-Learning: Infrastruktur e-Learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer, internet dan perlengkapan multimedia. Termasuk didalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.
- Sistem dan Aplikasi e-Learning: Sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS). LMS banyak yang opensource sehingga bisa kita manfaatkan dengan mudah dan murah untuk dibangun di sekolah dan universitas kita.
- Konten e-Learning: Konten dan bahan ajar yang ada pada e-Learning system (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh siswa kapanpun dan dimanapun. Depdiknas cukup aktif bergerak dengan membuat banyak kompetisi pembuatan multimedia pembelajaran. Pustekkom juga mengembangkan e-dukasi.net yang mem-free-kan multimedia pembelajaran untuk SMP, SMA dan SMK. Ini langkah menarik untuk mempersiapkan perkembangan e-Learning dari sisi konten.
Sedangkan
Actor yang ada dalam pelaksanakan e-Learning boleh dikatakan sama dengan
proses belajar mengajar konvensional, yaitu perlu adanya guru (instruktur)
yang membimbing, siswa yang menerima bahan ajar dan administrator
yang mengelola administrasi dan proses belajar mengajar.
Metode Penyampaian E-Learning
Seperti kita lihat di atas, peralatan teleconference yang
mahal itu posisinya ada di infrastruktur e-Learning (komponen pertama).
Meskipun kalaupun tidak ada juga tidak masalah. Lho kok bisa? Ya karena
peralatan teleconference akan mendukung e-Learning yang Synchronous tapi
tidak untuk yang Asynchronous. Waduh apalagi nih?
Jadi metode penyampaian bahan ajar di e-Learning ada dua:
- Synchrounous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas dan waktu yang sama meskipun secara tempat berbeda. Nah peran teleconference ada di sini. Misalnya saya mahasiswa di Universitas Ujung Aspal mengikuti kuliah lewat teleconference dengan professor yang ada di Stanford University. Nah ini disebut dengan Synchronous e-Learning. Yang pasti perlu bandwidth besar dan biaya mahal. Jujur saja Indonesia belum siap di level ini, dalam sudut pandang kebutuhan maupun tingginya biaya. Tapi ada yang main hajar saja (tanpa study yang matang) mengimplementasikan synchronous e-Learning ini. Hasilnya peralatan teleconference yang sudah terlanjur dibeli mahal hanya digunakan untuk coffee morning, itupun 6 bulan sekali.
- Asynchronous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas yang sama (kelas virtual), meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda. Nah disinilah diperlukan peranan sistem (aplikasi) e-Learning berupa Learning Management System dan content baik berbasis text atau multimedia. Sistem dan content tersedia dan online dalam 24 jam nonstop di Internet. Guru dan siswa bisa melakukan proses belajar mengajar dimanapun dan kapanpun. Tahapan implementasi e-Learning yang umum, Asynchronous e-Learning dimatangkan terlebih dahulu dan kemudian dikembangkan ke Synchronous e-Learning ketika kebutuhan itu datang.
Strategi Implementasi E-Learning
Kalau ditanya tentang strategi
implementasi e-Learning, saya pikir ini parameternya terlalu banyak, tergantung
kebutuhan, kultur institusi, ketersediaan dana dan berbagai faktor lain. IlmuKomputer.Com menerapkan strategi seperti apa
yang saya tulis di artikel tentang model
motivasi komunitas.
Usulan saya sebagai konsultan e-Learning di beberapa perusahaan dan universitas
tentang implementasi e-Learning biasanya berupa:
- e-Learning harus didesain utk dapat memberikan nilai tambah secara formal (karier, insentif, dsb) dan nonformal (ilmu, skill teknis, dsb) untuk pengguna (pembelajar, instruktur, admin)
- Pada masa sosialisasi terapkan blended eLearning untuk melatih behavior pengguna dalam e-life style (tidak langsung full e-Learning)
- Project eLearning adalah institution initiative dan bukan hanya IT or HRD initiative
- Jadikan pengguna sebagai peran utama (dukung aktualisasi diri pengguna), tidak hanya object semata
Perlu kita catat bersama bahwa
kegagalan implementasi e-Learning kebanyakan bukan karena masalah tools,
software atau infrastruktur. Tapi kebanyakan karena human factor, karena
beratnya perubahan kultur kerja dan karena tidak adanya kemauan untuk knowledge
sharing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar